Kamis, 07 Agustus 2008

Diam

Jika ia hidup dalam kegelapan, dan tidak ada cahaya bersinar baginya, baiklah ia percaya kepada nama Tuhan, dan bersandar pada Allahnya! Sesungguhnya kamu semua yang menyalakan api, memasang panah-panah api, masuklah ke dalam nyala apimu dan ke tengah panah-panah api yang telah kamu pasang! Oleh tanganKu-lah hal itu akan terjadi atasmu; kamu akan berbaring di tempat siksaan (Yesaya 50:10,11).
Diam meredam kebutuhan untuk mengendalikan, untuk mengetahui, dan kebutuhan untuk menggunakan cahaya kita sendiri. Saat kita mematikan panah api buatan kita sendiri dan berdiri dalam diam yang gelap, Allah mengulurkan tangan-Nya untuk memimpin kita menuju terang-Nya yang sejati.
Kata diam, yang sering dikutip dari Mazmur,'Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah!" berasal dari kata Ibrani yang menunjukkan pemahaman yang lebih besar akan kedisiplinan ini (Mazmur 46:11). Diam di hadapan Allah berarti berhenti, menghampiri petang, gagal, tertinggal, menjadi pudar, lunglai, menganggur, kendur, malas, dan lemah.
Seperti tenggelamnya matahari di penghujung hari, demikianlah kegelapan datang, dan saya mengakhiri jerih payah dan kerja keras saya. Saya menemukan waktu untuk istirahat. Demikian halnya dengan iman saya. Manakala saya mengakhiri jerih payah untuk bekerja keras, maka saya dapat "diam" dan menyatukan hati saya dengan hati Allah, mengakui bahwa saya pendosa. Saya lemah dan tidak dapat pulih dengan kekuatan saya sendiri. Saat hidup saya dalam kegaduhan, saat saya mengerjakan lebih banyak hal yang dapat saya lakukan, membuat pilihan hidup yang buruk, gagal atau lelah secara fisik, lalu saya mematikan api saya sendiri dan menantikan Allah, Api yang Menghabisi, untuk menyalakan kembali semangat saya dengan kehadiran-Nya.


cuplikan dari
Cahaya di Gurun Kegelapan, Menari di Gurun, Marsha Crockett